Dalam perkara perdata biasanya mediasi dilaksanakan berkaitan dengan masalah yang berkaitan dengan uang, sedangkan dalam perkara pidana biasanya lebih banyak berkaitan dengan masalah kebebasan dan kehidupan seseorang. Namun perkara yang dapat diselesaikan melalui proses mediasi lebih lanjut dapat dilihat dari Pasal 4 Perma No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan yaitu semua sengketa perdata yang diajukan ke Pengadilan termasuk perkara perlawanan (verzet) atas putusan verstek dan perlawanan pihak berperkara (partij verzet) maupun pihak ketiga (derden verzet) terhadap pelaksanaan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, wajib terlebih dahulu diupayakan penyelesaian melalui Mediasi.

Namun tidak semua sengketa wajib dilakukan penyelesaian melalui mediasi, adapun sengketa yang dikecualikan dari mediasi meliputi

  • sengketa yang diselesaikan melalui prosedur Pengadilan Niaga;
  • sengketa yang diselesaikan melalui prosedur Pengadilan Hubungan Industrial;
  • keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha;
  • keberatan atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen;
  • permohonan pembatalan putusan arbitrase;
  • keberatan atas putusan Komisi Informasi;
  • penyelesaian perselisihan partai politik;
  • sengketa yang diselesaikan melalui tata cara gugatan sederhana; dan
  • sengketa lain yang pemeriksaannya di persidangan ditentukan tenggang waktu penyelesaiannya dalam ketentuan peraturan perundang-undangan;
  • sengketa yang pemeriksaannya dilakukan tanpa hadirnya penggugat atau tergugat yang telah dipanggil secara patut;
  • gugatan balik (rekonvensi) dan masuknya pihak ketiga dalam suatu perkara (intervensi);
  • sengketa mengenai pencegahan, penolakan, pembatalan dan pengesahan perkawinan;
  • sengketa yang diajukan ke Pengadilan setelah diupayakan penyelesaian di luar Pengadilan melalui Mediasi dengan bantuan Mediator bersertifikat yang terdaftar di Pengadilan setempat tetapi dinyatakan tidak berhasil berdasarkan pernyataan yang ditandatangani oleh Para Pihak dan Mediator bersertifikat.

Dalam hal perkara pidana, apabila merujuk pada hukum positif di Indonesia perkara pidana tidak dapat diselesaikan di luar proses pengadilan namun sejak keluarnya Surat Kapolri No Pol: B/3022/XII/2009/SDEOPS tanggal 14 Desember 2009 tentang Penanganan Kasus Melalui Alternative Dispute Resolution (ADR), penyelesaian kasus pidana dapat dilaksanakan melalui ADR atau juga dikenal dengan istilah mediasi penal.

Namun tidak semua perkara pidana dapat diselesaikan melalui mediasi penal, ada beberapa kategorisasi tolak ukur dan ruang lingkup terhadap perkara pidana yang dapat diselesaikan di luar pengadilan melalui mediasi penal yaitu:

  1. Pelanggaran hukum pidana tersebut termasuk kategori delik aduan, baik aduan yang bersifat absolut maupun aduan yang bersifat relatif.
  2. Pelanggaran hukum pidana tersebut memiliki pidana denda sebagai ancaman pidana dan pelanggar telah membayar denda tersebut (Pasal 80 KUHP).
  3. Pelanggaran hukum pidana tersebut termasuk kategori “pelanggaran”, bukan “kejahatan”, yang hanya diancam dengan pidana denda
  4. Pelanggaran hukum pidana tersebut termasuk tindak pidana di bidang hukum administrasi yang menempatkan sanksi pidana sebagai ultimum remedium.
  5. Pelanggaran hukum pidana tersebut termasuk kategori ringan/serba ringan dan aparat penegak hukum menggunakan wewenangnya untuk melakukan diskresi.
  6. Pelanggaran hukum pidana biasa yang dihentikan atau tidak diproses ke pengadilan (Deponir) oleh Jaksa Agung sesuai dengan wewenang hukum yang dimilikinya.
  7. Pelanggaran hukum pidana tersebut termasuk kategori pelanggaran hukum pidana adat yang diselesaikan melalui lembaga adat.